Melihat berita tentang kekerasan
seksual yang diderita oleh anak TK JIS (Jakarta International School), rasanya
miris sekali. Ibu mana yang tidak pedih hatinya ketika menyadari anak yang
dicintai diperlakukan demikian. Mungkin sebenernya ini juga fenomena gunung es,
terjadi pada anak-anak lain tapi mereka tak bersuara, tak booming di media, isu gak ‘seksi’ dibanding isu perpolitikan negeri
ini sekarang, huuuft. Boleh jadi sekarang kita hanya melihat di layar kaca,
tapi siapa sangka itu bisa saja terjadi di lingkungan sekitar kita. Na’udzubillah min dzalik. Karena itulah
upaya pencerdasan dan penyadaran orang tua akan pendidikan pendidikan seksualitas
pada anak sangat diperlukan. Apalagi dewasa ini, era global, sekali sentuh, sekali klik, kita bisa melihat apapun
yang terjadi di seluruh dunia melalui media internet, televisi, dan itu semua
bisa diakses ananda kita, di mobile phone,
di warnet, sedangkan ortunya sendiri ‘gaptek’ alias gagap teknologi. Jangankan
mengikuti perkembangan internet, mungkin bahasa yang mereka gunakan pada
teman-temannya (misal bahasa 4L4y) tak bisa dipahami.
Beberapa waktu lalu sejak
munculnya berita itu saya hampir sering mendapatkan broadcast message (BC) di grup whatsapp mengenai beberapa reseume seminar
untuk ‘menangkis’ kekerasan seksual pada anak. Di antaranya dari Yayasan Kita
& Buah Hati yang memang concern
dalam persoalan semacam ini. Walau tetap saja ada pro-kontra soal Naruto lah. Tapi memang, tontonan televisi
lokal kita seperti kartun animasi (apalagi sinetron) serta bacaan komik, bisa
jadi tak layak dibaca anak-anak. Makanya anak-anak saya sendiri sangat ketat
diet televisi, maksimal sekali 2 jam per hari. Tapi seringnya 1 jam per hari.
Itu pun banyak iklannya yang lebih mereka hafal lagu-lagunya, trus kalau ke
supermarket bisa ambil-ambil snacks seperti yang diiklan deh, wadooh. Paling
untuk screen time saya siasati dengan
mendownload film yang lulus sensor saya, atau saya temani nontonnya dan ini
memang butuh waktu serta kesabaran, karena setiap adegan dan percakapan mereka bertanya
melulu. Tapi kalau tidak bertanya pada kita sebagai orang tuanya, nanya ke
siapa lagi???
Akhirnya saya berkesempatan juga mendapatkan sharing materi dengan tema “Kekerasan Seksual pada Anak” yang spesifiknya mengenai “Dampak Era Layar bagi Anak”, dari Yayasan Kita & Buah Hati secara free karena saya panitianya, hehe. Materi disampaikan oleh mba Kodariyah Nurhayat, S.Psi ketika acara majelis taklim di Kampung Pulo, Pinang Ranti. Ada dua paket slide yang beliau kirimkan ke email saya. Pada kesempatan kali ini, saya akan mereview bagian pokoknya dari slides tersebut.
Hidup di era layar saat ini bila
berlebihan, bisa berdampak pada kesehatan psikis dan psikologis terutama pada
anak-anak. Layar dalam hal ini mencakup: telepon selular; televisi; komputer; tablet
PC; serta berbagai jenis perangkat games
berbagai ukuran, bentuk, dan harga.
Sasaran utama produk teknologi
layar adalah anak dan remaja. Karena usia ini secara emosi belum stabil, belum
bisa mengambil keputusan sendiri, dan rentang waktu dampak ketergantungannya
lebih panjang.
Berikut dampak terburuk ketergantungan games dan menonton televisi:
Dari beberapa jabaran tersebut,
mau tidak mau, suka tidak suka, kita sebagai orang tua perlu pencerdasan dan
kesadaran bahwa pendidikan seks pada anak bukanlah hal yang tabu. Bahkan bila
anak bertanya lebih baik dijelaskan dengan baik. Menggunakan bahasa yang mereka
pahami, dan tidak porno. Jika kita tidak bisa menjelaskannya dengan lugas,
lantas akan kemana dan kepada siapa mereka bertanya? Penanaman nilai yang baik
dari orang tua sejak dini akan membentuk karakter di diri anak, sehingga
pengaruh buruk lingkungan, pertemanan, bahkan mungkin kebiasaan yang tidak baik
dalam kerabat keluarga akan mudah disaring dan ditangkis.
Selain rasa percaya diri dari
orang tua dalam menyampaikannya, kita juga harus memanfaatkan momentum emas
dalam menjelaskan hal-hal tersebut dengan bahasa mereka. Gunakan kalimat yang
KISS (Keep Information Short & Simple). Cek pemahaman anak tentang seks. Komunikasi
yang terbuka, sehingga jarak antara anak dan kita tidak kaku. Selain itu
lingkungan di dalam rumah juga harus diatur agar ruang komputer dan internet
dapat diakses oleh siapa saja. Layar menghadap keluar sehingga apa yang sedang
dilakukan anak terawasi. Pada akhirnya ikhtiar tersebut kita barengi dengan doa
munajat kita ke Rabb yang menciptakan dan mengawasi mereka. Agar kelak ananda
kita senantiasa dalam penjagaan-Nya, dan kita lulus sebagai orang tua yang
amanah dalam mengasuh mereka. Aamiin YRA.
Jakarta, 26 April 2014