Fase kehidupan yang
dialami setiap manusia bisa jadi dilewati begitu saja tanpa makna. Dalam
antropologi—disiplin ilmu sosial yang salah satunya mempelajari hubungan
kekerabatan—kelahiran, pernikahan, kematian merupakan the life cycle (siklus hidup) yang akan dialami oleh manusia pada
umumnya. Tampaknya hidup terlihat sederhana. Manusia lahir, tumbuh, dewasa,
lalu mati. Namun, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana proses
penciptaan manusia dalam rahim ibunya merupakan keajaiban yang luar biasa.
Tampaknya
bukan hal yang berlebihan jika dikatakan bahwa seorang ibu yang tengah mengandung
berada pada kondisi lemah di atas kelemahan. Mengapa tidak? Menopang beban tubuh
saja terasa berat, terlebih jika ditambah janin yang kian besar disertai air
ketuban dan berat plasenta. Hingga tak heran, terasa miris jika masih saja ada
orang di angkutan umum yang membiarkan ibu hamil berdiri di tengah kerumunan
penumpang yang berdesakan. Belum lagi jika di awal kehamilan semua makanan terasa
tak enak, mual, dan ingin dimuntahkan. Namun pastinya, setiap perempuan seakan selalu
memiliki kekuatan untuk melalui itu semua. Karena ia telah dianugerahi
kemampuan untuk bisa menghadapinya.
Hal yang diingat ketika
hamil anak pertama, saya sedang kuliah semester tiga di pascasarjana sambil menyusun
tesis. Syukurnya dosen pembimbing saya memaklumi kondisi saya dan selalu
mengingatkan agar tidak stres. Dokter juga tidak menganjurkan untuk cuti,
katanya “semoga anaknya menjadi pintar
juga ikut ibunya belajar.” Namun, lelahnya kuliah sore hingga malam, naik
turun angkutan umum bis dan kereta, rasanya menjadi sirna ketika tahu janin ini
tumbuh sehat dalam rahim. Setiap konsultasi DSOG sebentar, berarti tidak ada
masalah dengan perkembangannya. Seiring berjalannya waktu di semester kedua,
semua rasa mual bisa diatasi. Nafsu makan mulai meningkat hingga tiba saatnya trimester
ketiga.
Satu hal mengenai
kelahiran normal. Banyak yang mengatakan melahirkan normal lebih utama
dibanding caesar. Namun bagi saya, momentum melahirkan tidak dapat diduga.
Ketika seorang ibu diharuskan operasi untuk menyelamatkan ibu dan bayi kenapa
tidak. Walaupun secara ilmiah ada yang mengatakan melahirkan normal lebih
utama. Akan tetapi tidak semua kondisi mendukung untuk melahirkan dengan normal
(pengecualian jika ada kasus RS/DSOG yang sengaja atau tidak sabar menangani
pasien agar RS mendapat pemasukan biaya). Tentu semua orang tua ingin yang
terbaik bagi anaknya. Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk merasakan
sakit kontraksi hingga akhirnya melahirkan secara normal. Saya merasa sempurna
sebagai seorang perempuan (what a perfect
life).
Tanggal 24 Maret 2009
menjelang pukul 22.00, perjuangan di ruang bersalin sepertinya tak cukup jika
dijelaskan dengan kata-kata. Saya tidak tahu bagaimana teknik mengejan, menarik
nafas, momentum kontraksi, dan lain-lain. Karena DSOG yang dibantu dengan
beberapa bidan (saya tidak menghitung) dan dari berbagai arah, kakak masih saja
belum lahir. Awalnya mama yang menemani saya, tetapi karena tidak tega akhirnya
diganti dengan suami. Tak lama setelah itu kakak langsung lahir. Akhirnya,
sepertinya kakak menunggu ayah datang. Terharu campur bahagia. Kakak tidak langsung
menangis, sepertinya air ketuban sedikit tertelan. Sedih karena tidak sempat
IMD, karena kakak butuh penanganan khusus. Kata suami bayinya besar. Padahal
kemarin ketika kontrol terakhir perkiraan 2800 gram, ternyata esok ketika lahir
3550 gram. Sepertinya anjuran dokter untuk mengurangi karbohidrat di trimester
ketiga agak terlambat. Padahal ketika hamil selalu saja dibilang kecil jika
bertemu dengan ibu-ibu lain. Mungkin ruang rahim saya agak panjang, jadi ketika
hamil terlihat kecil.Sebagai calon ibu yang
baru pertama kali hamil, saya tidak pernah tahu bagaimana rasanya kontraksi.
Berbagai buku tips kehamilan dan tips melahirkan saya baca, sayangnya saya
tidak tahu info mengenai milis para ibu hamil karena sibuk dengan deadline tesis. Tapi saya tahu ada
istilah braxton hicks contractions
(kontraksi palsu). Katanya rasa kontraksi seperti nyeri saat haid. Tapi ketika
haid saya justru jarang merasa nyeri. Jadi benar-benar tidak dapat dibayangkan.
Hingga saatnya sehari sebelum melahirkan saya kontrol rutin ke DSOG seperti
biasa. Katanya maksimal seminggu lagi saya melahirkan. Lalu setelah itu saya
pulang larut karena ikut acara suami hingga malam. Esok paginya saya merasa
mulas. Padahal saat itu baru mencuci berbagai baju bayi dan gurita ibu.
Benar-benar kurang persiapan. Tapi suami menenangkan dan memegang perkataan
dokter, bahwa jadual saya masih seminggu lagi. Tapi kenapa hingga siang hari
kontraksi terasa bertambah sering. Akhirnya saya menelepon mama dan teman.
Katanya memang begitu tanda akan melahirkan. Kontraksi hingga kontraksi, rasanya
bertambah sakit teramat-sangat. Baca kembali buku tips melahirkan untuk
mengatur dan mencari posisi yang nyaman, tapi tetap saja sakit (kata suami,
saya text book banget. Biarlah! Tapi suami juga membantu memijat) Hingga sore,
ternyata memang keluar flek, saya akhirnya ke RS. Setelah CTG dan periksa darah
(dengan HB agak rendah), ternyata saya sudah pembukaan lima. Alhamdulillah
tetap berharap melahirkan normal tanpa tranfusi darah terlebih dahulu.
Kini
beri kesempatan saya untuk bercerita. Saya bersyukur termasuk orang yang
beruntung ketika dua bulan setelah menikah langsung dinyatakan positif hamil.
Kebahagiaan yang tak bisa dipungkiri manakala melihat ada janin dalam rahim
ketika di USG. Namun, rasa mual dan berbagai ketidaknyamanan juga dirasakan. Melihat
nasi rasanya mau muntah. Saya termasuk orang yang senang makanan berbumbu
kacang seperti gado-gado, ketoprak, siomay, batagor, sate, dan lain-lain. Tapi
ketika hamil rasanya mual membayangkan semua makanan itu. Saya juga biasanya
suka dengan mie ayam, namun entah mengapa. Jangankan melihat mie ayam, melihat
gerobak abang tukang mie ayam saja rasanya sudah mual. Selain itu saya menjadi
sangat sensitif terhadap bau, wangi parfum, dan lain-lain. Turun dari bis
langsung muntah setelah mencium wangi parfum karyawati kantor, atau ketika naik
taksi AC-nya minta dimatikan. Belum lagi hormonal yang berpengaruh pada kulit,
yang menjadikan wajah semakin berjerawat. Sungguh ujian yang harus dihadapi
dalam trimester pertama. Padahal di masa inilah perkembangan janin sangat
pesat, sehingga asupan makanan juga penting bagi diri sendiri dan janin.
Akhirnya saya menyikapinya dengan minum jahe dan susu yang tidak membuat mual.
Dokter kandungan saya juga tidak memberikan obat macam-macam, sepertinya hal
ini memang lumrah dan harus dijalani.
Bersyukur
bisa melahirkan normal dan bayi yang sehat, walaupun kakak harus diberi
antibiotik karena sedikit menelan air ketuban. Setelah itu kakak langsung rawat
inap bersama dengan saya dan suami. Bahagia rasanya ketika menyusui, mengganti
popok, bangun malam. Walaupun sempat baby
blues beberapa hari ke depan. Namun semua lelah itu seakan sirna karena
kebahagiaan lahirnya satu anggota baru dalam siklus kehidupan keluarga saya. Melihat
dia tumbuh sehat karena ASI yang diberikan, berjalan, berlari, berbicara, bertambah
cerdas, dan bisa memangil saya dengan sebutan Bunda.
Mungkin
bila dibaca, proses kehamilan saya sama seperti ibu-ibu lain pada umumnya.
Walaupun demikian pengalaman unik tiap orang tentunya akan tetap diingat.
Karena hal itu menjadi cikal bakal munculnya generasi penerus bagi sebuah
peradaban masa depan. Generasi yang lebih baik daripada orang tua dan manusia
sebelumnya. Inilah yang kemudian menjadi tanggung jawab utama para orang tua,
yaitu membesarkan dan mendidik buah hati mereka. Hingga akhirnya pilihan untuk
menjadi full time mother atau pun working mom merupakan hak setiap ibu
dalam memilih kehidupannya dengan tidak mengabaikan hak anak-anaknya. Mulai
dari memberikan ASI, pendidikan dunia, dan bekal akhirat hingga dia dewasa
untuk meneruskan siklus kehidupan generasi sesudahnya. Itulah mengapa saya baru
menyadari ruang rawat inap di RS saya melahirkan bernama Ruang Amanah. Karena
kita harus paham, ketika menjadi orang tua maka sesungguhnya Allah telah
menitipkan amanah-Nya kepada kita untuk dirawat. Menyempurnakan jiwa mereka sebagaimana
telah sempurnanya Allah menciptakan makhluk-Nya ke dunia. Semoga kita bisa
menjadi orang tua yang amanah dalam mengemban tugas mulia ini hingga suatu saat
nanti anak-anak kita tidak akan menuntut pertanggungjawaban kita sebagai orang
tua yang disebabkan kelalaian diri kita, atau merasa kurang mendapat kasih
sayang kita. Semoga tidak. (*)
31 Maret 2011
No comments:
Post a Comment